Selamat Tidur Mata

Selamat datang malam yang sepi. Hai bulan. Hai bintang. Hai langit-langit gelap yang penuh doa dan harapan. Jangan lupa mengucap salam, mengucap selamat berjumpa lagi di kegelapan berikutnya kepada suara jangkrik yang mungkin sudah jarang kita dengar lagi sebab semak-semak belukar, sawah, ladang, dan taman hijau yang sering kita tafsirkan edem sudah menjelma beton dan aspal. Belum mengantukkah kau mata? Tak lelah melihat orang-orang silih berganti? Pak Udin si tukang bubur yang gerobaknya sekarang dipakai anaknya berjualan sate, berdiri menunggu setiap orang untuk duduk berjejer di bangku serupa mayat, memanaskan optimisme pada arang merah, tanggal yang merah, nilai rapot yang merah.

Cobalah pejamkan setiap kefanaan hari ini. Membuang argumen liar pada kehampaan, toh lamunan-lamunan itu hanya berujung kata kata ‘ah sudahlah, mungkin memang begini takdirnya’. Penyesalan karena tidak pernah menjenguk ibumu di kala luang, tidak meramunya dalam obrolan renyah atau bahkan sekedar menanyakan ‘sudah makan kah Bu? Apa kabar? Kabar apa disitu?’. Waktu begitu cepatnya berlalu. Tutup jendela. Kunci pintu kamar. Dan segera bersiaplah dalam ritual tidur yang macet tanpa celah. Tanpa cinta. Sendirian. O, jangan lupa pasang weker, pukul 4 tepat ya. Tak baik melagukan dengkur terlalu lama. Tak baik mengigaukan kefanaan. Begitulah akibatnya telinga, kau terlalu banyak mendengarkan album-album Iwan fals. Bongkar, ancur, antara aku kau dan bekas pacarmu, serdadu, Oemar Bakri. Ah, pandai sekali musisi meracik kesedihanku menjadi tambah garang dan berwarna. Sudahlah, masa depan menanti. Besok semoga tetap menjadi besok, meskipun kenyataannya akan selalu menjelma hari ini. Hari-hari yang sama. Sepatu penuh debu yang sama. Di jalanan-jalanan berisik dan macet yang sama. 

Di teriknya siang hari yang sama. di rasa pahit kopi dan hembusan rokok yang sama. Ah, sial, padahal setiap hari semua hampir sama, tapi mengapa begitu tergesa-gesa sekali ya? Jadwal padat. Jadwal makan, jadwal tidur, jadwal kerja, jadwal pulang, bahkan jadwal untuk melamunmu. Ya meskipun kadang semua berantakan dan bertabrakan. O, jangan lupa, kau pun banyak janji! Janji lebih sering beribadah, janji untuk tidak kembali minum di kala sedih, janji untuk selalu pulang menemui ibu di akhir pekan, janji melamar kekasihmu tahun depan, janji untuk bisa hidup bahagia walau sesulit apapun. Ingat ya, kau seringnya lupa hal penting itu. Ah sudahlah, mata kau sudah mengantukkah? Terimakasih. Terimakasih untuk kesedihan dan kesenangan yang sudah Sudi berlabuh. Jangan karam ya. Selamat berlayar pada hati orang-orang tangguh. Selamat tidur, Mata.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *